Cerita Mesum Jeritan Menggairahkan Tante Cina Semok

Aku orangnya supel dimana aku mudah bergaul dengan semua orang dari orang cina, arab, aku suka berjalan jalan dengan orang orang tersebut, dan keinginanku adalah bisa merasakan tubuh wanita cina dan tak kusangka wanita yang kujadikan sasaran mau menjadi pelampiasan nafsu birahiku.

Kisahnya bermula dari Ibu Siska. Sesudah beberapa kali bersetubuh memuaskan wanita yang gede nafsu ini, aku menyatakan keinginanku untuk bersetubuh dengan seorang wanita Cina. Kupikir Bu Siska tak akan keberatan mencarikan wanita-wanita idamanku tersebut. Bukankah ia juga yang memperkenalkanku kepada Ibu Suwarsih?

Cerita Mesum Jeritan Menggairahkan Tante Cina Semok


“Bu Siska”, kataku satu malam, setelah melewati beberapa kali orgasme.


“Ada apa, jantanku”, sahutnya sayu.

“Bu Siska jangan marah ya”, sahutku sambil mengelus-elus kedua payudaranya yang
bulat dan montok itu.


“Nggak, kok”, sahutnya sambil mengelus kemaluanku yang mulai mengeras lagi.

“Sudah berkali-kali saya bersetubuh dengan Ibu dan Ibu Suwarsih. Kalian berdua selalu puas dengan kejantananku. Hanya aku belum puas. Aku punya obsesi, menyetubuhi seorang wanita Cina. Kalau lebih dari satu itu lebih baik”, kataku.

Hahahaha..”, Ibu Siska tertawa. “Ngapain pingin wanita Cina?”

“Di tempat asalku, sangat sukar bergaul dengan wanita Cina, apalagi bersetubuh dengan mereka. Ini jelas sangat menantangku. Ingin kurasakan, seperti apa nikmatnya bersetubuh dengan wanita Cina itu”, kataku


“Kalau itu sih gampang”, sahut Ibu Siska. “Tapi kamu mesti kuat lho! Wanita Cina nafsunya gede-gede, kuat-kuat, sangat lama puasnya.”

“Kalau soal kuat, jangan khawatir”, sahutku. “Ibu khan sudah pernah merasakannya. Yah khan.”

“Tentu jantanku. Itu kuakui”, sahut Ibu Siska. “Mudah kok, ada Mei Lan. Suaminya sudah nggak kuat. Selalu ejakulasi dini. Mana bisa Mei puas... Sebentar, kutelepon Mei. Biar esok jadi hari pertamamu menikmati tubuh wanita Cina impianmu.”


Tangannya menjangkau telepon di atas meja kecil di samping tempat tidur. Diputarnya angka-angka itu, sementara tanganku sendiri terus sibuk memutar-mutar kedua payudaranya.

“Halloo, Mei”, kata Ibu Siska. “Nih ada khabar gembira untukmu. Ada penodong yang galak, mungkin bisa bantu kamu. Kan udah lama puasa... Gimana? Setuju? Besok siang? Okay! Dijamin deh, orangnya kuat. Malah Mei yang akan kewalahan.... Pokoknya, Mei akan menjadi seperti pengantin baru. Nah, siap-siap yah? Gimana? Namanya Rudy. Agak hitam. Tapi itu khan bukan soal. Yang perlu kan burungnya. Hahaa.. Gimana? Oh ya, itu sih gampang. Aku akan keluar dan kembali sore harinya. Jadi jangan hawatir. Kalian bisa menggunakan ruangan tamu di depan. Pokoknya buat seperti rumah sendiri deh! Tentu! Mau ngomong sendiri?”


Gagang telepon diopernya kepadaku. Terdengar desah suara lembut dan sexy seorang wanita.

“Halloo, Bu Mei”, kataku sopan.

“Rudy yah”, katanya. “Ini Mei. Belum kenal yah? Kata Siska kamu sangat kuat. Mau nemanin Ibu besok? Soalnya Ibu udah lama puasa nih. Ibu mau bersenang-senang sedikit besok. Gimana? Bisa?”


“Untuk Ibu aku selalu bersedia “, sahutku nakal. “Pokoknya, pasti memuaskan.”

“Gimana? Puas dengan Bu Siska”, katanya.


“Wah, gawat. Nafsunya gede, kayaknya nggak pernah puas, tuh. Nih, lagi rebahan telanjang bulat di sampingku”, sahutku. “Sudah beberapa jam, tapi katanya belum puas dia. Maunya ditambah.”

“Beruntung deh Siska “, sahutnya. ” Tapi ngomong-ngomong, hemat-hemat tenaga, yah. Besok Ibu mau sepuas-puasnya. Hihihihii..”

“Siap deh, Bu”, sahutku.


Telepon diputus. Aku menoleh, tersenyum kepada Ibu Siska, sambil terus mengelus tubuhnya yang mulus. Sebentar lagi tubuh indah itu akan kugumuli lagi, bukan saja karena aku suka, tetapi itu juga kerinduannya.

“Nah, mana komisinya”, kata Bu Siska.

“Komisi?”, sahutku pura-pura tak mengerti.


“Yah, tentu dong”, katanya. “Kan sudah dicarikan wanita Cinanya. Jadinya, komisi itu wajib hukumnya.” Ia tersenyum nakal. Cepat aku bergerak menerkamnya.

“Ini komisinya”, sahutku sambil menerkam tubuhnya. Aku menyerangnya diiringi tawa cekikikannya yang membangkitkan birahi.

“Jangan sekarang”, sahutnya genit. “Ibu lapar, pengen makan.”


Walau nafsuku telah menggelegak, aku terpaksa bersabar dan menurutinya ke ruang makan, tanpa merasa perlu berpakaian. Ia pun tidak berpakaian, sehingga buah dada dan pantatnya yang motok, putih mulus itu bergoyang-goyang naik turun dengan indahnya. Aku menelan ludah sembari tersenyum penuh kemenangan.

Pantat dan buah dada yang montok dan indah itu memang telah menjadi milikku. Bu Siska memang milik suaminya, tetapi tubuhnya itu milikku. Sesudah makan kembali kami bergumul di ranjangnya.


Dan kembali kami tenggelam dalam pertarungan birahi yang panas dan menegangkan. Kuhabiskan dua jam lagi untuk menggumuli tubuh montok itu, menyetubuhinya dan memuaskan nafsu birahinya.

Dalam kepuasan yang luar biasa itu, aku tertidur di lekukan payudaranya, menanti hari pertama pertarunganku dengan seorang wanita Cina.


Ibu Mei Lan adalah seorang wanita berusia tiga puluh tiga tahun. Suaminya sering keluar. Kalaupun di rumah dan bersetubuh dengannya, Ibu Mei tidak pernah puas. Setelah sekian lama tak pernah orgasme dan sekian sering harus puasa sex, kini ia sungguh membutuhkan seorang lelaki jantan di ranjangnya.

Penyampaian Ibu Siska tepat waktunya. Aku tersenyum penuh kemenangan. Tidak kusangka, begitu mudah menjangkau tubuh seorang wanita Cina di sini.

Hari masih cukup pagi, sekitar jam sembilan. Hawanya cukup sejuk, mendung dan kelihatannya akan hujan. Bagus, karena seakan menjadi pelindung baru. Aku baru saja bangun dari tidur dan mandi, setelah melewatkan malam menikmati hubungan kelamin yang panas dengan Ibu Siska.


Aku berdiri di depan cermin memandang tubuhku yang telanjang bulat. Kupandangi kemaluanku yang panjang dihiasi bulu yang hitam lebat. Kemaluan yang sudah sekian banyak kali memasuki dan menyatu dengan tubuh Ibu Siska dan Suwarsih.

Dan sekarang kemaluan yang kubanggakan ini akan memasuki babak baru pengalamannya, memuaskan birahi seorang wanita Cina.


Pada saat itu kudengar derum lembut suara mobil. Sebuah mobil merah hati masuk ke halaman rumah Ibu Siska. Dari balik kaca jendela kamarku, kulihat sesosok wanita turun.

Wanita Cina cantik itu mengenakan baju merah muda berleher rendah dan celana panjang jeans biru. Rambutnya hitam legam, lebat panjang sampai hampir menyentuh pinggulnya, dibiarkan tergerai.

Dari postur tubuhnya dan caranya berjalan, langsung dapat kulihat besar dan montok buah dada dan pantatnya. Nafsu birahiku langsung menggelegak, ingin rasanya aku segera merengkuh tubuh montok itu dan menyetubuhinya. Tapi aku harus menahan diri.

Aku harus menciptakan kesan baik, sehingga saatnya nanti dia akan mencariku untuk memuaskan nafsu birahinya. Kalau sudah demikian, seperti Ibu Siska, dia pun akan dapat kusetubuhi kapan saja aku mau.

“Bu Mei sudah datang”, kata Ibu Siska sambil membuka pintu kamarku, memandang tubuhku yang telanjang bulat.

“Pakai saja kamar tamu. Telepon sudah ku blok. Tak akan ada yang mengganggu. Selamat memuaskan birahi si montok itu.


Aku akan keluar rumah, biar kalian leluasa ‘tempur’. Tetapi jangan lupa, malam nanti giliranku.”
Tangannya terjulur menangkap kemaluanku, diusap-usapnya sejenak dan lantas diremasnya. Aku mengerang nikmat dan balas menggerayangi buah dadanya. Ia berbalik dan meninggalkanku.


Kupandangi tubuhnya yang indah padat dibalut celana ketat. Tubuh yang sudah sekian sering menyatu denganku tetapi seakan selalu memiliki daya tarik yang baru, sehingga aku pun selalu rindu untuk menikmatinya.

Dari balik jendela kulihat kedua wanita itu bertemu di teras, berpelukan, berbisik, saling menepuk bahu, lalu tertawa cekikikan.

Kulihat Ibu Siska masuk ke dalam mobil sambil mengepalkan tangannya. Ibu Mei tertawa. Tak lama kemudian, mobil itu menderum meninggalkan rumah. Ibu Mei melambaikan tangannya dan berbalik memasuki ruang depan.


Aku tersenyum dan berpakaian. Sekarang tidak ada lagi yang menghalangi hasratku. Rumah ini segera menjadi arena pemuasan nafsu birahi Ibu Mei, dan sejalan dengan itu pemenuhan obsesiku, menikmati tubuh seorang wanita Cina.

Betapa beruntungnya aku, wanita Cina pertama ini sungguh menawan. Tubuhnya begitu padat, pantatnya bulat besar, menggantung dan berayun lembut naik turun, dibalut ketat celananya.

Payudaranya menonjol ke depan dengan jujurnya, dapat kubayangkan betapa nikmatnya meremas, mengisap dan berbaring di atas kedua bola montok itu.


Aku turun menyambut Ibu Mei. Ia tersenyum manis sekali. Walau baru kali ini bertemu, langsung saja ia merangkulku lembut. Sudah terasa getar birahinya yang menggelegar. Kupeluk tubuh montoknya itu dan membimbingnya masuk.

Tanpa membuang waktu, segera mulutku mencari bibirnya. Bibir-bibir kami saling mengulum, berusaha menimbulkan hasrat birahi yang lebih besar. Dari bibirnya kurayapi pipi, telinga, leher dan mulai menuruni dadanya yang terbuka. Sementara itu tanganku dengan leluasa bermain di pantatnya yang besar tergantung lembut berayun-ayun itu.


“Mau minum?”, tanyaku. Ia mengangguk. “Wiski? Anggur? Coke? Orange Juice?”

“Anggur “, sahutnya. “Udara agak dingin, biar badanku menjadi panas.

“Oh, kalau untuk itu Ibu Mei tak perlu kuatir”, sahutku tersenyum. “Ibu akan minum anggur yang lezat, dan menghangatkan badan”, sambungku nakal.


Ia tersenyum mencubit pinggangku, paham sepenuhnya akan maksudku. Kutuangkan anggur merah di gelas berkaki tinggi, satu untuknya, satu untukku. Kuangkat ke depannya membuat toast. Ia pun tersenyum sambil mengangkat gelasnya.

Kuulurkan tanganku menjamah payudaranya, sementara tangannya terulur menangkap kemaluanku. Kami beradu gelas, meneguk sekali dan sama-sama meletakkan gelas di meja. Tangan saling mengulur, dan kami telah bertemu dalam pelukan hangat.

Cerita Mesum Jeritan Menggairahkan Tante Cina Semok

Mulut kami bertemu dan bibir saling mengulum dengan penuh gairah. Kurasakan tubuhnya menggeletarkan nafsu birahi yang semakin tinggi. Dan gelas-gelas minuman itu sama sekali terlupakan. Aku merengkuh tubuhnya dan perlahan membimbingnya ke kamar tamu.


Kudorong pintu itu dan tak lama kemudian kami telah berbaring di tempat tidur. Mulutku beralih menjarah lehernya. Ia menelentang sambil terus mendesah menahan gairah nafsu birahinya. Ia merentangkan tangannya lebar-lebar, bergerak-gerak agar mulut dan tanganku leluasa menjarah-rayah seluruh tubuhnya.

Ketika nafsunya yang menggila itu semakin memuncak, tanganku beralih membuka setiap lembar kain yang menutupi tubuhnya. Kulepaskan baju dan celananya. Tubuh bahenolnya itu dengan segera sangat merangsang kejantananku.

Akupun melepaskan pakaianku. Dengan kemaluan yang tegak sekeras laras senapan aku memandangi tubuhnya terbaring lurus di atas tempat tidur. BH kecil merah muda yang dikenakannya hanya menutup seperempat buah dadanya.


Celana nilon tipis berwarna sama itu juga sama sekali tidak dapat menyembunyikan kemaluannya yang telah dipenuhi cairan. Dengan tenang tapi penuh gairah kulingkarkan tanganku kebalik punggungnya untuk membuka kancing BH-nya.

Kugeserkan kemaluanku yang tegak itu ke pahanya yang putih, besar, halus dan merangsang. Ia mendesah. Terlepasnya BH mencuatkan kedua buah dadanya, laksana dua buah gunung kembar.

Tanganku menerkamnya dan dengan halus meremasnya. Ia mendesah-desah nikmat dan terus menggeliat-geliat dengan mata tertutup.


Perlahan ku susupkan tanganku ke balik celana dalamnya. Ia menjerit kecil dan membiarkan diriku menelanjanginya. Kini ia terbaring dengan tubuh telanjang bulat tanpa sehelai benang pun melekat di tubuh mulusnya.

Kulepaskan tubuh mulus itu, mataku jalang menikmati semuanya. Matanya terpejam menikmati semua ini dengan mulut sedikit terbuka dan terus mendesah. Tanganku beralih merayapi segala lekuk tubuhnya, merasakan halus kulitnya dan padat tubuhnya. Kubuka kedua pahanya dan nampaklah lubang kemaluannya yang telah basah itu.

Tanganku menekan pinggirnya, sehingga terbukalah mulut kemaluannya menampakkan bagian dalamnya yang berwarna merah muda segar. Tanpa membuang waktu kudaratkan mulutku ke sana. Kujilat klitorisnya.

“Auu..”, jeritnya tertahan dan tersentak bangun.


Ditekannya kepalaku untuk lebih menyatu dengan selangkangnya. Lidahku menyelusup masuk dan dengan lincah mempermainkan klitorisnya. Ia menggeliat tak tentu arah, kehilangan pegangan sama sekali.

Menyadari kalau ia telah berada di bawah kekuasaanku, aku tidak ingin membuang waktu lebih lama. Kurebahkan ia ke atas ranjang. Pahanya sudah membuka lebar, dengan bibir kemaluannya yang merekah siap menerima diriku.

Kurasakan kemaluanku pun sudah mengeras ingin segera bersatu dengannya. Perlahan-lahan kuturunkan pantatku. Di bibir kemaluannya aku berhenti sejenak sekedar mengungkit nafsunya.


Ia menggeliat-geliat. Mendadak ia menghentakkan pantatnya ke atas, maka meluncurlah kemaluanku ke dalam kemaluannya tanpa kendali. Aku sepenuhnya bersatu dengannya. Kurasakan ia menjepit kemaluanku lembut. Kenikmatanku adalah kenikmatan sempurna. Jadi beginikah enaknya tubuh seorang wanita Cina?

Perlahan tapi pasti aku menggerakkan pantatku naik turun. Ia menggeliat-geliat semakin tak tentu arah. Paha mulusnya menggeletar diiringi desah suaranya yang bergumam tak jelas. Gerakan pantatku semakin cepat dan keras, menciptakan sensasi yang tak tertanggungkan.

Ia pun aktif memutar-mutar pantatnya yang montok memperbesar rasa nikmat yang semakin menggila. Jari-jarinya mencengkam seprei seakan mencari pegangan, namun ia telah mengapung seperti kapas kering tanpa sandaran sama sekali.

“Aauu..”, erangnya. “Lebih keras! Lebih keras! Lebih keras lagi!”

Aku tak perlu menunggu perintahnya. Kukencangkan otot perutku dan menaikkan irama gerakan pantatku. Kugenjot kemaluannya dengan kemaluanku yang semakin membesar, memanjang dan bertenaga.

Melihat geliat tubuhnya dan desah nikmatnya, nafsuku pun semakin membara. Kemaluannya yang lembut basah berlendir itu semakin menantang. Ia sudah tak sanggup lagi menjepit batang kemaluanku.

Jari-jariku erat mencengkeram kedua buah dadanya yang semakin mengeras. Putingnya sudah sekeras lada menusuk-nusuk telapak tanganku. Remasanku semakin kuat dan ia mengaduh-ngaduh dengan nikmatnya.

“Ooouu..” desahnya. “Teruskan! Teruskan! Achh.. Achh..”


Kutingkatkan kecepatan goyangan pantatku. Bunyi irama keluar masuknya kemaluanku berkecipak karena kemaluannya telah dipenuhi lendir licin. Ia menjerit keras dan meraih tubuhku ke dalam pelukannya.

Kujatuhkan diriku dan kurasakan empuk buah dadanya. Aku tahu ia mengalami orgasme saat itu. Tetapi aku belum. Aku berbaring tenang di atas tubuhnya, sementara kedua kakinya ketat membelit pinggangku. Kemaluanku masih tetap sekeras laras senapan. Aku melonggarkan sedikit belitan pahanya di pinggangku dan mulai bergerak lagi dengan cepat.

“Ooohh..”, jeritnya. “Oh.. teruskan! Lebih keras! Lebih keras! Aaa..”


Gerakanku telah menciptakan sensasi yang belum pernah dirasakannya. Ia betul menikmatinya. Dengan satu gerakan yang teramat manis, kusentakkan pantatku dan membenamkan kemaluanku dalam-dalam. Ia menggelepar dan meninju-ninju punggungku. Jeritannya tersekat dibahuku.


Aku merasakan spermaku memancar dengan derasnya, memasuki liang kemaluannya yang juga sudah basah kuyup. Hangat kunikmati geletar tubuhnya menahankan kenikmatan yang tak ada duanya.

Lama kami diam membatu dengan kelamin yang terus berhubungan. Setengah jam lewat tanpa satu kata. Hanya desah napas yang menandai masih adanya kehidupan.

Aku mengangkat tubuhku. Ia memandangku dan tersenyum manis sambil membelai-belai wajahku. Aku mengecup bibirnya yang merah merekah itu dengan penuh gairah. Kucabut keluar kemaluanku, meneteskan sisa-sisa cairan maniku yang bercampur dengan lendir kemaluannya ke atas perutnya.

“Ternyata lebih jantan dari dugaanku”, sahutnya. “Siska pasti menjerit kepuasan setiap malam. Wah, iri hati aku”, katanya.

“Kalau itu tak perlu khawatir”, kataku. “Tinggal merancang bersama Bu Siska, kapan membagi waktunya. Aku juga perlu tubuh yang montok menawan ini”, lanjutku sambil mengelus-elus kedua payudara bulat dan montok.


Kami pun beralih ke kamar mandi. Aku lebih dulu kembali ke kamar. Ia muncul dari sana dengan handuk yang menutupi bahunya tetapi terbuka dada hingga mata kakinya. Aku berdiri menikmati keindahan tubuhnya itu dengan gairah bernyala-nyala.

Ia mendekatiku dengan gerakan nan gemulai, meggairahkan kelelakianku. Goyangan lembutnya itu terus menggodaku, sehingga kemaluanku kembali tegak.

Tak sanggup menanti lebih lama, aku menerkam tubuhnya itu dan menggumulinya di atas tempat tidur. Ia menjerit-jerit dan tertawa keriangan. Ia pun menggeliat-geliat menyiapkan diri untuk persetubuhan gelombang kedua.


Aku membalik tubuhnya. Dengan diam-diam ia menungging. Pantatnya ditinggikan sehingga aku dengan mudah dapat menyetubuhinya dari belakang. Pantatnya yang bulat besar itu merangsang sungguh kelelakianku, namun pada mulanya menyulitkan aku ketika aku berusaha menggenjot lubang kemaluannya.

Tetapi tentu saja aku tak akan menyerah, malah itu menantangku untuk beraksi dengan lebih lihai. Kemaluanku kugosok-gosokan ke pantatnya yang putih mulus. Ia mendesah, sementara itu kulihat kemaluannya telah bergerak-gerak, minta segera dikawini. Aku membiarkan ia penasaran menanti.

 “Masukkan sekarang!”serunya. “Masukkan sekarang juga! Aku tak tahan lagi! Oh, cepat! Cepat!”


Kuturunkan pantatku dan mengamati kemaluanku yang tegak ke atas. Kugerakkan perlahan-lahan ke atas. Di depan pintu kemaluannya aku menggerakkan sejenak, membuat ia semakin menggeliat minta disetubuhi. Mendadak aku menerobos ke atas dengan gerakan cepat dan keras.

“Aaa..!” jeritnya. “Aaacchh..!”


Kepalanya mendongak ke atas, meneriakkan kenikmatan yang tak terkira. Untung rumah sudah tertutup rapat sehingga tak ada yang tahu apa yang terjadi. Ia mengerang-ngerang dengan tubuh yang menggeletar hebat menahankan rasa nikmat yang tak terhingga.

Aku terus menggenjot dengan cepat dan keras. Ia semakin tidak berdaya seperti kapas kering yang terapung. Akhirnya, dengan satu hentakan keras spermaku memancar dengan deras ke dalam lubang kemaluannya.

Tangan dan lututnya melemas sehingga ia terjatuh ke bawah. Tubuhku pun melemas dan terjatuh menindihnya. Kemaluanku yang masih memancarkan sperma tercabut dari lubang kemaluannya sehingga pantatnya basah tersiram spermaku. Aku jatuh menindihnya, tanpa peduli dunia sekitar.


Lima belas menit kami terbaring saling menindih tanpa kata-kata. Yang ada hanya geletar tubuh menahankan sisa-sisa kenikmatan. Ia bergerak sejenak dan berputar menghadapku. Lelehan spermaku membasahi perutnya.

Ia tersenyum menatapku dengan mata berbinar menandakan kepuasan seksual. Dibelainya wajahku dan dikecupnya bibirku. Dadanya terasa hangat dan empuk di dadaku.

“Terima kasih!” bisiknya. “Aku belum pernah sepuas ini.”

Makan siang itu terasa lebih nikmat karena diselingi dengan gesekan-gesekan tubuh. Ketika rangsangan itu tak tertahankan lagi, aku pun menyetubuhinya langsung di meja makan itu. Sekali lagi ia menjerit-jerit nikmat karena sensasi sex.

Cerita Mesum ML Dengan Tante Wahyu Dan Anaknya



Mendengar erangan dan melihat geliat tubuhnya itu, nafsuku justru semakin menggila. Aku menyetubuhinya dari segala posisi. Dari depan, dari belakang, dari atas atau dari bawah. Semuanya itu pengalaman baru baginya.

Sore itu Ibu Siska pulang dan mendapati kami masih asyik bergulat di ruang tengah. Kami sama sekali tidak memperhatikan kalau Ibu Siska melihat segalanya dari balik kaca pintu. Ketika Mei menjerit-jerit karena orgasme yang kesekian kalinya, Ibu Siska masuk dan bertepuk tangan. Ibu Mei emerah wajahnya tertangkap sedang bersetubuh.

Related Posts

Cerita Mesum Jeritan Menggairahkan Tante Cina Semok
4/ 5
Oleh